Sabtu, 19 Oktober 2013

Laporan Pendahuluan THYPOID

LAPORAN PENDAHULUAN
THYPOID

A.   Definisi
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. (I.R. Laurentz, 2005)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer, 1996 ).

B.   Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela Thyposa  yang  merupakan  kuman  negatif,  motil  dan  tidak  menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. (Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam,  toksemia,  nyeri  perut,  konstipasi/diare.  Komplikasi  yang  dapat terjadi  antara  lain:  perforasi  usus,  perdarahan,  toksemia  dan  kematian. (Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)

C.   Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan  yang  mengakibatkan  malabsorbsi  nutrien  dan  hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasiyang  mengakibatkan  demam  remiten  dan  terjadi  hipermetabolisme  tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hiperemi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).

D.   Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan  dengan  penderita  dewasa.  Masa  tunas  rata-rata  10-20  hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan  gejala  prodomal  yaitu  perasaan  tidak  enak  badan,  lesu,  nyeri kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb:
1. Demam
Berlangsung  selama  3  minggu,  bersifat  febris  remiten  dan  suhu  tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama duhu berangsur-angsur meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita demamnya berangsur-angsur normal.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar. disertai nyeri pada perabaan.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen.

E.   Pathways
F.Komplikasi
Dapat terjadi pada:
1.   Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
a.       Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan
b.      Perforasi usus
c.       Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan
2.   Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis,  kolesistitis,  ensefelopati.  Terjadi  karena  infeksi  sekunder yaitu bronkopneumonia

G.   Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a.   Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b.   Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c.   Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a.   Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang  lain,  hal  ini  disebabkan  oleh  perbedaan  teknik  dan  media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b.   Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan  darah  terhadap  salmonella  thypi  terutama  positif  pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c.   Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan   antibodi   dalam   darah   klien,   antibodi   ini   dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d.   Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d.   Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a.   Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b.   Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c.   Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya  untuk  diagnosa,  makin  tinggi  titernya  makin  besar  klien menderita typhoid.

H.  Pengkajian Keperawatan
1.    Pengumpulan data
a.       Identitas klien
Meliputi  nama,,  umur,  jenis  kelamin,  alamat,  pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b.      Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,  nyeri  perut,  pusing kepala,  mual,  muntah,  anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c.       Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e.      Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f.        Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya   klien   cemas,   bagaimana   koping   mekanisme   yang digunakan.    Gangguan  dalam  beribadat  karena  klien  tirah  baring total dan lemah.



g.       Pola-pola fungsi kesehatan
1)  Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan  sama sekali.
2)  Pola eliminasi
Eliminasi alvi.   Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,  hanya  warna  urine  menjadi  kuning  kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat  keringat  banyak  keluar  dan  merasa  haus,  sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
3)  Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4)  Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5)  Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
6)  Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
7)  Pola hubungan dan peran
Hubungan  dengan  orang lain  terganggu  sehubungan  klien  di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8)  Pola reproduksi dan seksual
Gangguan    pola  ini  terjadi  pada  klien  yang  sudah  menikah karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
9)  Pola penanggulangan stress
Biasanya  klien  sering  melamun  dan  merasa  sedih  karena keadaan sakitnya.
10) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.`

     
h.   Pemeriksaan fisik
1)  Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat 380 C – 410 C, muka kemerahan.
2)  Tingkat kesadaran   
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3)  Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
4)  Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5)  Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
6)  Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
7)  Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8)  Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

I.    Diagnosa Keperawatan
1.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2.       Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3.       Resiko  tinggi  kurang  volume  cairan  b/d  kehilangan  cairan  sekunder terhadap diare
4.       Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
5.       Kurang   pengetahuan   mengenai   kondisi   b/d   kesalahan   interpretasi informasi, kurang mengingat


J.    Fokus Intervensi
1.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
      Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
      Intervensi:
a.       Dorong tirah baring
Rasional:  Menurunkan  kebutuhan  metabolic  untuk  meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b.      Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional: Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c.       Berikan kebersihan oral
Rasional : Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d.      Sediakan    makanan    dalam    ventilasi    yang    baik,    lingkungan menyenangkan
Rasional:   Lingkungan   menyenangkan   menurunkan   stress   dan konduktif untuk makan
e.      Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f.        Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:  Program  ini  mengistirahatkan  saluran  gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.

2.  Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
                   Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
                   Intervensi:
a.       Pantau suhu klien
Rasional: Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b.      Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c.       Berikan kompres mandi hangat
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam
d.      Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional: Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3.  Resiko  tinggi  kurang  volume  cairan  b/d  kehilangan  cairan  sekunder terhadap diare
Tujuan: Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal.
      Intervensi:
a.       Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit  penyakit  usus  yang  merupakan  pedoman  untuk penggantian cairan.
b.      Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c.       Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d.      Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional: Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e.      Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan

4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
      Tujuan:   Melaporkan   kemampuan   melakukan   peningkatan   toleransi aktivitas
                   Intervensi:
a.       Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b.      Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional: Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c.       Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
d.      Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
5.  Kurang   pengetahuan   mengenai   kondisi   b/d   kesalahan   interpretasi informasi, kurang mengingat
      Tujuan: Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a.       Berikan    nformasi    tentang   cara    mempertahankan    pemasukan makanan yang memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional: Membantu individu untuk mengatur berat badan
b.      Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c.       Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek  hubungan  faktor  yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional : Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien  untuk  waspada  terhadap  makanan,  cairan  dan  faktor  pola hidup dapat mencetuskan gejala



















DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
Soegeng    Soegijanto.    2002.    Ilmu    Penyakit    Anak,    Diagnosa    danPenatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.



Perbedaan Sel Prokariotik dan Eukariotik

SEL PROKARIOTIK DAN EUKARIOTIK

Setiap organisme tersusun dari salah satu diantara dua jenis sel yang secara struktural berbeda, sel prokariotik dan sel eukariotik. Hanya bakteri dan arkhea; alga hijau biru yang memiliki sel prokariotik. Sedangkan protista, tumbuhan, jamur dan hewan semuanya mempunyai sel eukariotik.
Macam Sel Berdasarkan Keadaan Inti:
a.       sel prokarion, sel yang intinya tidak memiliki membran, materi inti tersebar dalam sitoplasma (sel yang memiliki satu system membran. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah bakteri dan alga biru
b.      sel eukarion, sel yang intinya memiliki membran. Materi inti dibatasi oleh satu system membran terpisah dari sitoplasma. Yang termasuk kelompok ini adalah semua makhluk hidup kecuali bakteri dan alga biru
Struktur sel prokariotik lebih sederhana dibandingkan struktur sel eukariotik. Akan tetapi, sel prokariotik mempunyai ribosom (tempat protein dibentuk) yang sangat banyak. Sel prokariotik dan sel eukariotik memiliki beberapa perbedaan sebagai berikut :
Sel Prokariotik
·         Tidak memiliki inti sel yang jelas karena tidak memiliki membran inti sel yang dinamakan nucleoid
·         Organel-organelnya tidak dibatasi membran
·         Membran sel tersusun atas senyawa peptidoglikan
·         Diameter sel antara 1-10mm
·         Mengandung 4 subunit RNA polymerase
·         Susunan kromosomnya sirkuler
Sel Eukariotik
·         Memiliki inti sel yang dibatasi oleh membran inti dan dinamakan nucleus
·         Organel-organelnya dibatasi membran
·         Membran selnya tersusun atas fosfolipid
·         Diameter selnya antara 10-100mm
·         Mengandungbanyak subunit RNA polymerase
·         Susunan kromosomnya linier

Struktur Sel Prokariotik


Prokariotik meliputi archaebakteria (bakteri purba) dan eubakteria (bakteri modern/bakteri sejati) yang beranggotakan bakteri, mikoplasma dan alga hijau-biru. Ukuran sel prokariotik berkisar antara 0,5 -3 mm. Struktur umum sel prokariotik yang diwakili oleh bakteri berturut-turut mulai dari luar ke dalam adalah dinding sel, membran sel, mesosom, sitoplasma, ribosom dan materi inti (DNA dan RNA).
Dinding sel bakteri berfungsi untuk menahan tekanan osmotic sitoplasma, sehingga sel tidak mudah pecah akibat masuknya air kedalam sel, dinding sel bakteri tersusun atas peptidoglikan atau mukopepetida yang dapat dipergunakan sebagai dasar penggolongan bakteri menjadi dua golongan , yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negative. Pada bajteri gram positif, hamper 90% komponen dinding selnya tersusun atas peptidoglikan, sedangkan pada bakteri gram negative berkisar antara 5 – 20%.
Selaput sitoplasma atau membran sel bakteri berfungsi dalam seleksi dan pengangkutan larutan ke dalam sel; berperan dalam transfer elektron dan fosforilasi oksidatil; pada bakteri aerob berperan dalam pengeluaran enzim hidrolitik; sebagai tempat enzim dan molekul pembawa yang berfungsi dalam biosintesis DNA, polimer dinding sel dan lipid selaput
Komponen utama membran sel tersusun atas lipid dan protein atau lipoprotein. Membran sel bakteri dan sianobakteri membentuk lipatan ke dalam yang dinamakan mesosom. Pada beberapa bakteri, mesosom berperan dalam pembelahan sel. Sedangkan pada sianobakteri, mesosom berfungsi sebagai kompleks fotosintetik yang mengadung pigmen fotosintesis.
Di dalam sitoplasma terdapat kurang lebih 20.000 - 30.000 ribosom yang tersusun atas RNA dan protein. Ribosom merupakan tempat sintesis protein. Ribosom prokariotik tersusun atas sub unit kecil dan sub unit besar yang berukuran 30 S dan 50 S (Svedberg). Pada saat proses transaksi, kedua sub unit ini bersatu untuk menjalankan fungsinya. Di dalam sitoplasma juga terdapat molekul protein dan enzim yang digunakan dalam setiap reaksi kimia di dalam sitoplasma. Bakteri juga menyimpan cadangan makanan di sitoplasma dalam bentuk granula-granula tidak larut air. Materi genetik sel prokariotik membentuk suatu struktur yang dinamakan nukleoid, merupakan kromosom tunggal. Antara materi inti dengan sitoplasma tidak terdapat pembatas atau tidak memiliki membrane inti. Sel prokariotik mengandung sejumlah kecil DNA dengan total panjang antara 0,25 mm sampai 3 mm yang mampu mengkode 2000 – 3000 protein.





SEL EUKARIOTIK
Sel eukariotik merupakan sel yang memiliki selaput inti dengan panjang sel 10-100 μm . Sel eukariotik terdiri atas tiga bagian utama, yaitu sitoplasma, nukleus, dan membran sel. Nukleus merupakan inti sel yang berbentuk bulat  dan terletak di tengah sel, yang mengandung asam deoksiribosa nukleat (DNA) yang berfungsi untuk mengarahkan sintesis protein untuk kemudian diolah menjadi hormon-hormon dan enzim-enzim, serta menyimpan cetak biru genetik yang diwariskan antar generasi untuk menjaga agar sifat-sifat yang dimiliki oleh satu generasi sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh generasi sebelumnya.

Membran sel, yang memiliki ketebalan berkisar 7.5-10 nm, terdiri atas lipid, protein, kolesterol, dan oligosakarida. Membran sel memiliki dua fungsi utama, yaitu untuk menjaga ketetapan isi sel yang berupa cairan sitosol dan mengatur lalu lintas pertukaran zat antara lingkungan ekstraseluler dan lingkungan intraseluler. Hal ini dimungkinkan karena membran sel bersifat semipermeabel akibat keberadaan protein yang disebut integrin yang memungkinkan untuk terjadinya interaksi antara lingkungan ekstrasel dan lingkungan intrasel. Struktur membran sel adalah dua lapis lipid yang di permukaannya terdapat rantai gula dan protein.
Sitoplasma merupakan lingkungan di dalam sel selain nukleus. Sitoplasma terdiri atas cairan sitosol dan  sitoskeleton. Sitosol merupakan cairan berbentuk pekat yang mengisi sekitar 55% volume sel dan penting dalam metabolisme perantara, sintesis protein ribosom, dan penyimpanan lemak dan glikogen. Sitosol merupakan tempat melekatnya organel-organel. Ada lima jenis utama organel yang menempati sitosol: retikulum endoplasma, aparatus golgi, lisosom, peroksisom, dan mitokondria.
  1. Retikulum endoplasma (RE) merupakan organel yang terdiri atas RE halus dan RE kasar, di mana RE kasar ditaburi oleh ribosom. RE kasar berfungsi untuk mensistesis dan melepaskan protein-protein baru. Sebagian protein ini ditujukan ke lingkungan ekstrasel sebagai sekretorik yaitu hormon-hormon dan enzim-enzim. Sebagian lagi diarahkan ke lingkungan intrasel untuk membentuk membran sel baru, yang mana salah satu komponennya adalah protein. Ribosom berfungsi untuk mensintesis lanjut protein tersebut, di mana satu ribosom mensintesis hanya satu macam protein untuk digunakan di dalam sitosol. Adapun RE halus berfungsi untuk menerima protein yang diproduksi dari RE kasar untuk selanjutnya dikirim melalui vesikel transportasi ke aparatus Golgi.
  2. Aparatus Golgi merupakan organel yang berfungsi untuk mengemas dan mendistribusikan protein yang disintesis oleh retikulum endoplasma. Aparatus Golgi menerima protein tersebut melalui vesikel transportasi yang berasal dari retikulum endoplasma.
  3. Lisosom merupakan organel yang mengandung enzim-enzim hidrolitik yang kuat dan berfungsi untuk melakukan perncernaan intrasel, sekaligus menghancurkan benda asing atau sisa-sisa sel yang dibawa ke dalam sel melalui mekanisme endositosis. Enzim-enzim ini dibungkus oleh suatu membran, sehingga tidak akan keluar dan merusak isi sel. Lisosom (enzim-enzim) terbentuk dari sintesis protein di retikulum endoplasma dan dibawa melalui vesikel terselubung dari aparatus Golgi.
  4. Peroksisom merupakan organel bulat bermembran dengan garis tengah 0.5-1.2 μm yang mengandung enzim-enzim oksidatif yang berfungsi untuk mendetoksifikasi zat sisa yang masuk ke dalam sel dengan cara melepaskan atom hidrogen yang dipindahkan ke oksigen molekular sehingga menjadi peroksida, yang bersifat merusak sel. Peroksida kemudian diubah menjadi air dan oksigen dengan bantuan enzim katalase.
  5. Mitokondria, yang berbentuk filamen dengan lebar 0.5-1 μm dan panjang 10 μm, merupakan organel yang berfungsi mengubah energi kimiawi metabolit yang terdapat dalam sitoplasma menjadi energi yang mudah dimanfaatkan oleh sel yaitu ATP. Mitokondria terdiri dari membran luar dan membran dalam, yang disebut krista. Ruang antarkrista disebut matriks. Krista mengandung protein yang berfungsi pada proses transpor elektron pada pencernaan makanan. Sedangkan matriks terdiri dari campuran pekat ratusan enzim yang berbeda yang penting untuk mempersiapkan molekul nutrien untuk pengambilan akhir energi yang dapat digunakan oleh protein di krista.
Sitoskeleton merupakan jaringan protein kompleks yang merambahi sitosol dan menunjang serta mengorganisasikan komponen intrasel menjadi susunan yang sesuai dan untuk mengontrol gerakannya. Ada empat unsur penyusun sitoskeleton:
  1. Mikrotubulus, merupakan unsur terbesar sitoskeleton berbentuk struktur seperti tabung bergaris tengah 22 nm yang tersusun atas tubulin. Mikrotubulus berfungsi mempertahankan bentuk sel yang asimetris, selain itu juga sebagai transportasi sekresi vesikel, mengatur pergerakan silia dan flagela, serta mendistribusikan kromosom selama pembelahan sel mitosis.
  2. Mikrofilamen, yang merupakan unsur sitoskeleton dengan garis tengah 6 nm. Mikrofilamen yang paling banyak dijumpai adalah aktin dan miosin. Mikrofilamen berfungsi dalam berbagai sistem kontraktil sel dan sebagai penguat mekanis untuk beberapa tonjolan sel tertentu.
  3. Filamen intermediat, merupakan filamen ukuran menengah denga garis tengah 7-10 nm, yang tersusun atas protein-protein yang berfungsi membentuk serat yang kuat dan tahan lama untuk bagian-bagian sel yang mengalami stres mekanis. Contohnya neurofilamen dan filamen pada otot rangka yang menahan unit aktin-miosin agar tersusun dengan benar.
  4. Kisi-kisi mikrotrabekular, yang merupakan unsur sitoskeleton dengan garis tengah kurang dari 2 nm, berfungsi untuk menampung mikrotubulus, mikrofilamen, filamen, enzim dan unsur lainnya ke dalam sitosol.
Contoh sel eukariotik antara lain sel ragi, sel protozoa, sel hewan, dan sel tumbuhan.



Makalah Kekuatan-kekuatan Dalam Persalinan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya dimulai dengan adanya kontraksi yang ditandai dengan perubahan progresif pada servik, dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Varney, 2002). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari rahim. (Depkes RI, 2004). Persalinan adalah pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau jalan lain (Rustam, 1998).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Mansjoer, 1999).
Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi persalinan, yaitu power, power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Passage (jalan lahir), merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Dan Passanger, merupakan janin dan placenta, terdiri dari janin dengan ukuran dan Moulage, sikap fetus, letak janin, presentasi fetus dan posisi fetus. Dalam makalah ini kita akan membahas tentang salah satu faktor yang mempengaruhi persalinan di atas, yaitu power atau kekuatan, dan juga mengapa terjadi persalinan.
1.2   Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah yang kami buat yaitu :
a.       Mengapa terjadi persalinan?
b.      Apa yang dimaksud dengan power atau kekuatan?
c.       Kekuatan-kekuatan apa saja yang berpengaruh dalam persalinan?


1.3   Tujuan Makalah
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk:
a.       Mengetahui mengapa terjadi persalinan.
b.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan power atau kekuatan
c.       Mengetahui kekuatan-kekuatan apa saja yang berpengaruh dalam persalinan




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Mengapa Terjadi Persalinan?
                Apa yang menyebabkan terjadiya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori – teori yang kompleks, antara lain dikemukakan faktor – faktor humoral, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi.
1.       Teori penurunan hormon
1 sampai 2 minggu sebelum persalinan terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron, progesteron mengakibatkan relaksasi otot-otot rahim, sedangkan estrogen meningkatkan kerentanan otot-otot rahim. Selama kehamilan terjadi keseimbangan antara kadar estrogen dan progesteron tetapi akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron sehingga timbul his.
2.       Teori plasenta menjadi tua
Proses penuaan  plasenta  terjadi  secara normal  pada usia  kehamilan 28 minggu, terjadi penimbungan  jaringan ikat  dan penyempitan pembuluh  darah  sehingga  akan merangsang otot  rahim  berkontruksi.
3.       Teori distensi rahim
Rahim  yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan ischemia otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasented dan timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
4.       Teori iritasi mekanik
Di belakang serviks teretak ganglion servikale (fleksus Frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.
5.       Induksi partus (induction of Labour)
Partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan:
·         Gagang Laminaria: beberapa laminaria dimasukkan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus Frakenhausen.
·         Amniotomi:  pemecahan ketuban
·         Oksitosin drips: pemberian oksitosin menurut tetesan per infus. Partus dapat ditimbulkan dengan pemberian oksitoksin drips, menurut tetesan perinfus dan pemberian gagang laminaria ke dalam kanalis sevikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, sehingga timbul kontraksi dan melakukan amniotomi yaitu pemecahan ketuban.

2.2 Pengertian Power (Kekuatan)
Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim. Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari :
1.       His (kontraksi otot uterus) : Adalah kontraksi uterus karena otot – otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna. Pada waktu kontraksi otot – otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amneon ke arah segmen bawah rahim dan serviks.
2.       Kontraksi otot-otot dinding perut
3.       Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
4.       Ketegangan dan ligmentous action terutama ligamentum rotundum

2.3   Kekuatan-kekuatan dalam Persalinan
1.       HIS
His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut.
His dapat terjadi sebagai akibat dari :
1.         Kerja hormon oksitosin
2.         Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi
3.         Rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.

Kontraksi uterus/His yang normal karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna mempunyai sifat-sifat :
·         Kontraksi simetris (Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus)
·         Fundus dominan (Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus)
·         Relaksasi(Terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi)
·         involuntir : terjadi di luar kehendak
·         intermitten : terjadi secara berkala (berselang-seling)
·         terasa sakit
·         Terkoordinasi
·         kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan psikis

Perubahan-perubahan akibat his :
a)      Pada uterus dan servik
Uterus teraba keras/padat karena kontraksi. Tekanan hidrostatis air ketuban dan tekanan intrauterin naik serta menyebabkan serviks menjadi mendatar (effacement) dan terbuka (dilatasi).
b)      Pada ibu
Rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim. Juga ada kenaikan nadi dan tekanan darah.
c)       Pada janin
Pertukaran oksigen pada sirkulasi utero-plasenter kurang, maka timbul hipoksia janin. Denyut jantung janin melambat (bradikardi) dan kurang jelas didengar karena adanya iskemia fisiologis.

Dalam melakukan observasi pada ibu – ibu bersalin hal – hal yang harus diperhatikan dari his:
1.       Frekuensi his : Jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit atau persepuluh menit.
2.       Intensitas his : Kekuatan his diukurr dalam mmHg. intensitas dan frekuensi kontraksi uterus bervariasi selama persalinan, semakin meningkat waktu persalinan semakin maju. Telah diketahui bahwa aktifitas uterus bertambah besar jika wanita tersebut berjalan – jalan sewaktu persalinan masih dini.
3.       Durasi atau lama his : Lamanya setiap his berlangsung diukurr dengan detik, misalnya selama 40 detik.
4.       Datangnya his : Apakah datangnya sering, teratur atau tidak.
5.       Interval : Jarak antara his satu dengan his berikutnya, misalnya his datang tiap 2 sampe 3 menit
6.       Aktivitas his : Frekuensi x amplitudo diukur dengan unit Montevideo.

Pembagian his:
1.       His pendahuluan : his tidak kuat dan tidak teratur
2.       His pembukaan (Kala I) : menyebabkan pembukaan serviks, semakin kuat, teratur dan sakit
3.       His pengeluaran (His mengedan)(Kala II) : untuk mengeluarkan janin ; sangat kuat, simetris, terkoordinir dan lama ;koordinasi bersama antara kontraksi otot perut, diafragma dan ligament
4.       His pelepasan uri (Kala III) : kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta
5.       His pengiring (Kala IV) : kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, terjadi pengecilan rahim dalam beberapa jam atau hari.

His Palsu
His palsu adalah kontraksi uterus yang tidak efisien atau spasme usus, kandung kencing dan otot-otot dinding perut yang terasa nyeri. His palsu timbul beberapa hari sampai satu bulan sebelum kehamilan cukup bulan. His palsu dapat merugikan yaitu dengan membuat lelah pasien sehingga pada waktu persalinan sungguhan mulai pasien berada dalam kondisi yang jelek, baik fisik maupun mental.

2.       Kontraksi otot dinding perut atau oto-otot rahim
Kontraksi yang lebih kuat akan terjadi ketika usia kehamilan cukup bulan, pada minggu ke 37 hingga 40,  sebagai kontraksi tanda persalinan. Yang dominan di daerah fundus uteri dan semakin berkurang ke arah serviks diikuti dengan meningkatnya jaringan ikat. Setiap kali berkontraksi, serabut otot rahim akan memendek sedikit. Akibatnya, leher rahim tertarik ke atas. Penarikan demi penarikan akan memaksa leher rahim membuka mulutnya semakin lama semakin lebar. Inilah yang disebut dilatasi leher rahim atau lebih dikenal dengan istilah pembukaan. Fase tenang biasanya berlangsung hingga mulut rahim membuka selebar 2-3 jari atau 4-5 cm. Pembukaan 3 jari atau 5 cm berati sudah separuh dari pembukaan sempurna.

3.       Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
Timbul akibat perangsangan fleksus frakenhouser (fleksus ini terletak di sekitar serviks uteri). Terjadi kontraksi pada diafragma, pelvis yang berguna untuk mempercepat pembukaan serviks dan melebarkan bagian bawah vagina pada saat mengejan anus tampak terbuka.
Tenaga Mengejan/Meneran
                Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga yang mendorong anak keluar selain his, terutama disebabkan kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan peninggian tekanan intra abdomen. Tenaga ini serupa dengan tenaga mengejan ketika kita buang air besar tetapi jauh lebih kuat lagi.
Saat kepala sampai pada dasar panggul, timbul suatu refleks yang menyebabkan ibu menutup glttisnya, mengkontraksikan otot- otot perutnya dan menekan diafragmanya kebawah. Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil, bila pembukaan sudah lengkap dan paling efektif ketika ada his. Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapat lahir, misalnya pada penderita yang lumpuh otot- otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forcep. Tenaga mengejan ini juga melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.

4.       Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
Ligamentum rotundum (Ligamentum uteri) adalah jaringan otot yang pada saat hamil mengalami hipertropi dan hiperflasi. Fungsinya adalah untuk menahan uterus agar tetap berada dalam posisi antefleksi.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a.       Yang menyebabkan terjadiya persalinan yaitu:
·         Teori penurunan hormon
·         Teori plasenta menjadi tua
·         Teori distensi rahim
·         Teori iritasi mekanik
·         Induksi partus (induction of Labour)
b.      Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim. Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari :
·         His (kontraksi otot uterus)
·         Kontraksi otot-otot dinding perut
·         Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
·         Ketegangan dan ligmentous action terutama ligamentum rotundum

3.2 Saran
                Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca tentang keperawatan maternitas.





DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (YBP-SP).
Rasman. 2010. Persalinan. (Online). http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/ 2063232-persalinan/#ixzz27Q5M4p53. diakses pada tanggal 24 September 2012.
Wikimedya. 2008. Sebab-sebab yang Menimbulkan Persalinan. (Online). http://wikimedya.blogspot.com/2010/01/sebab-sebab-yang-menimbulkan-persalinan.html. diakses pada tanggal 24 Sepetember 2012.
UMM. 2011. Proses Persalinan Normal. (Online). http://chalza24.student.umm.ac.id/ 2011/09/23/proses-persalinan-normal/.diakses pada tanggal 24 Sepetember 2012.