Sabtu, 19 Oktober 2013

Laporan Pendahuluan THYPOID

LAPORAN PENDAHULUAN
THYPOID

A.   Definisi
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. (I.R. Laurentz, 2005)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer, 1996 ).

B.   Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela Thyposa  yang  merupakan  kuman  negatif,  motil  dan  tidak  menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. (Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam,  toksemia,  nyeri  perut,  konstipasi/diare.  Komplikasi  yang  dapat terjadi  antara  lain:  perforasi  usus,  perdarahan,  toksemia  dan  kematian. (Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)

C.   Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan  yang  mengakibatkan  malabsorbsi  nutrien  dan  hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasiyang  mengakibatkan  demam  remiten  dan  terjadi  hipermetabolisme  tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hiperemi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).

D.   Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan  dengan  penderita  dewasa.  Masa  tunas  rata-rata  10-20  hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan  gejala  prodomal  yaitu  perasaan  tidak  enak  badan,  lesu,  nyeri kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb:
1. Demam
Berlangsung  selama  3  minggu,  bersifat  febris  remiten  dan  suhu  tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama duhu berangsur-angsur meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita demamnya berangsur-angsur normal.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar. disertai nyeri pada perabaan.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen.

E.   Pathways
F.Komplikasi
Dapat terjadi pada:
1.   Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
a.       Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan
b.      Perforasi usus
c.       Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan
2.   Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis,  kolesistitis,  ensefelopati.  Terjadi  karena  infeksi  sekunder yaitu bronkopneumonia

G.   Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a.   Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b.   Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c.   Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a.   Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang  lain,  hal  ini  disebabkan  oleh  perbedaan  teknik  dan  media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b.   Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan  darah  terhadap  salmonella  thypi  terutama  positif  pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c.   Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan   antibodi   dalam   darah   klien,   antibodi   ini   dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d.   Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d.   Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a.   Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b.   Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c.   Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya  untuk  diagnosa,  makin  tinggi  titernya  makin  besar  klien menderita typhoid.

H.  Pengkajian Keperawatan
1.    Pengumpulan data
a.       Identitas klien
Meliputi  nama,,  umur,  jenis  kelamin,  alamat,  pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b.      Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,  nyeri  perut,  pusing kepala,  mual,  muntah,  anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c.       Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e.      Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f.        Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya   klien   cemas,   bagaimana   koping   mekanisme   yang digunakan.    Gangguan  dalam  beribadat  karena  klien  tirah  baring total dan lemah.



g.       Pola-pola fungsi kesehatan
1)  Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan  sama sekali.
2)  Pola eliminasi
Eliminasi alvi.   Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,  hanya  warna  urine  menjadi  kuning  kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat  keringat  banyak  keluar  dan  merasa  haus,  sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
3)  Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4)  Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5)  Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
6)  Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
7)  Pola hubungan dan peran
Hubungan  dengan  orang lain  terganggu  sehubungan  klien  di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8)  Pola reproduksi dan seksual
Gangguan    pola  ini  terjadi  pada  klien  yang  sudah  menikah karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
9)  Pola penanggulangan stress
Biasanya  klien  sering  melamun  dan  merasa  sedih  karena keadaan sakitnya.
10) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.`

     
h.   Pemeriksaan fisik
1)  Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat 380 C – 410 C, muka kemerahan.
2)  Tingkat kesadaran   
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3)  Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
4)  Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5)  Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
6)  Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
7)  Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8)  Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

I.    Diagnosa Keperawatan
1.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2.       Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3.       Resiko  tinggi  kurang  volume  cairan  b/d  kehilangan  cairan  sekunder terhadap diare
4.       Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
5.       Kurang   pengetahuan   mengenai   kondisi   b/d   kesalahan   interpretasi informasi, kurang mengingat


J.    Fokus Intervensi
1.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
      Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
      Intervensi:
a.       Dorong tirah baring
Rasional:  Menurunkan  kebutuhan  metabolic  untuk  meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b.      Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional: Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c.       Berikan kebersihan oral
Rasional : Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d.      Sediakan    makanan    dalam    ventilasi    yang    baik,    lingkungan menyenangkan
Rasional:   Lingkungan   menyenangkan   menurunkan   stress   dan konduktif untuk makan
e.      Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f.        Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:  Program  ini  mengistirahatkan  saluran  gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.

2.  Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
                   Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
                   Intervensi:
a.       Pantau suhu klien
Rasional: Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b.      Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c.       Berikan kompres mandi hangat
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam
d.      Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional: Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3.  Resiko  tinggi  kurang  volume  cairan  b/d  kehilangan  cairan  sekunder terhadap diare
Tujuan: Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal.
      Intervensi:
a.       Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit  penyakit  usus  yang  merupakan  pedoman  untuk penggantian cairan.
b.      Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c.       Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d.      Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional: Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e.      Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan

4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
      Tujuan:   Melaporkan   kemampuan   melakukan   peningkatan   toleransi aktivitas
                   Intervensi:
a.       Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b.      Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional: Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c.       Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
d.      Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
5.  Kurang   pengetahuan   mengenai   kondisi   b/d   kesalahan   interpretasi informasi, kurang mengingat
      Tujuan: Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a.       Berikan    nformasi    tentang   cara    mempertahankan    pemasukan makanan yang memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional: Membantu individu untuk mengatur berat badan
b.      Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c.       Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek  hubungan  faktor  yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional : Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien  untuk  waspada  terhadap  makanan,  cairan  dan  faktor  pola hidup dapat mencetuskan gejala



















DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
Soegeng    Soegijanto.    2002.    Ilmu    Penyakit    Anak,    Diagnosa    danPenatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar