Sabtu, 19 Oktober 2013

LP + ASKEP PPOK/COPD

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca.
Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik. Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat.Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit degeneratif lainnya COPD sangat mengganggu kualitas hidup diusia lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama.

1.2  Rumusan Masalah
            1.2.1 Apa yang dimaksuddengan COPD?
            1.2.2 Apa yang menyebabkanterjadinya COPD?
            1.2.3 Bagamana tandadangejala COPD?
            1.2.4 Bagaimanapemeriksaan yang dilakukanuntuk COPD?
            1.2.5 Apakomplikasi yang terjadipada COPD?
            1.2.6 Bagaimanapengobatan yang dilakukanpada COPD?
1.2.7 Bagaimanatindakanasuhankeperawatan yang dilakukanpadakliendengan COPD?

1.3  Tujuan
1.3.1  Untukmengetahuipengertian COPD
1.3.2Untukmengetahuipenyebabterjadinya COPD
1.3.3  Untukmengetahuitandadangejala COPD
1.3.4  Untukmengetahuipemeriksaan yang dilakukanuntuk COPD
1.3.5  Untukmengetahuikomplikasi yang terjadipada COPD
1.3.6  Untukmengetahuipengobatan yang dilakukanpada COPD
1.3.7  Untukmengetahuiasuhankeperawatan yang dilakukanpadakliendengan COPD

















BAB II
TINJAUAN TEORI


2.1 PENGERTIAN
a.  PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale. (Black. J. M. & Matassarin,.E. J. 1993).
       b.  Suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer.(Enggram, B. 1996).
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.      Bronkhitis Kronis
Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut.
b.      Emphysema
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar.
c.       Asthma Bronkiale
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.
Asthma dibedakan menjadi 2  :
1.      Asthma Bronkiale Alergenik
2.      Asthma Bronkiale Non Alergenik


2.2 PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor resiko seperti merokok, polusi, umur, akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkus terminal. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

Pathway Bronkitis Kronik & Emfisema
Pathway Asma Bronkhial

2.3 ETIOLOGI
Faktor-faktor dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) :
·         Faktor lingkungan (Polusi)
·         Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
·         Predisposisi bawaan, defisiensi alfa-1 antritipsin yang merupakan suatu protein. Kerja enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
·         Faktor infeksi, eksaserbasi bronkhitis klonik disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekuler oleh bakteri. Bakteri yang paling banyak adalah Haemophilus influenza dan Streptococcus Pneumonia.
·         Rokok, terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa. Rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan.
·         Faktor sosial ekonomi, kematian pada penderita lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah.
·         Penyakit-penyakit seperti : TBC, Bronkolektasis, Bronkhitis kronik, Empisema

2.4 TANDA &  GEJALA
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) ; sebagai berikut :
  1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
  2. Batuk kronik & pembentukan sputum purulen dalam jumlah sangat banyak.
  3. Dispnea.
  4. Nafas pendek & cepat (Takipnea).
  5. Anoreksia.
  6. Penurunan berat badan & kelemahan.
  7. Takikardia, berkeringat.
  8. Hipoksia, sesak dalam dada.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik
  1. Anamnesis :
Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas & faktor-faktor penyebab.
  1. Pemeriksaan fisik :
    • Pasien biasanya tampak kurus dgn barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
    • Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
    • Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
    • Suara nafas berkurang.
  2. Pemeriksaan radiologi
    • Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru & corakan paru bertambah.
    • Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dgn gambaran diafragma rendah rendah & datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, & penambahan corakan kedistal.
  3. Tes fungsi paru :
Dilakukan buat menentukan penyebab dispnea buat menentukan penyebab dispnea, buat menentukan apakah fungsi abnormal ; obstimulasi atau restriksi, buat memperkirakan derajat disfungsi & buat mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
  1. Pemeriksaan gas darah.
  2. Pemeriksaan EKG
  3. Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.

2.6 KOMPLIKASI
1.    Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2.    Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3.    Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4.    Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5.    Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6.    Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

2.7 PENATALAKSANAAN
  1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi & polusi udara.
  2. Terapi ekserbasi akut dilakukan dgn :
    • Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
      • Infeksi seperti ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza & S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
      • Augmentin (amoxilin & asam klavuralat) dapat diberikan bila kuman penyebab infeksinya ; H. Influenza & B. Catarhalis memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan & membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tkita pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik lebih kuat.
    • Terapi oksigen diberikan bila terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia & berkurangnya sensitivitas CO2.
    • Fisioterapi membantu pasien buat mengeluarkan sputum dgn baik.
    • Bronkodilator, buat mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B & antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol 5 mg & g diberikan tiap 6matau protropium bromide 250  jam dgn rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
  3. Terapi jangka panjang dilakukan dgn :
    • Antibiotik buat kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
    • Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat seperti ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
    • Fisioterapi.
    • Latihan fisik buat meningkatkan toleransi akivitas fisik.
    • Mukolitik & ekspekteron.
    • Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien mengalami gagal nafas Tip II dgn PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg).
    • Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri & terisolasi, buat seperti itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi buat pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.

2.8    Konsep DasarAsuhanKeperawatan
1.      Pengkajian
a.       Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1)      Riwayat penyakit dahulu, Riwayat batuk produktif lebih dari 2 minggu
2)      Perokok, Kaji tempat tinggi, ventilasi, cahaya matahari, sumber polusi sekitar rumah, kontak dengan perokok.
3)      Kesulitan mobilisasi dan pengeluaran sputum, adanya haemoptu
4)      Pengobatan tak adekuat
b.      Pola nutrisi metabolik
1)      Anorexia
2)      Nausea
3)      Penurunan berat badan
4)      Kesulitan dalam makan atau pencernaan
c.       Pola aktivitas dan latihan
1)      Kelemahan
2)      Kram otot
3)      Nafas pendek, Batuk dan sesak napas
d.      Pola tidur dan istirahat
1)      Gangguan pola tidur
2)      Napas pendek pada malam hari
e.       Pola persepsi sensori dan kognitif
1)      Sakit kepala
f.       Pola hubungan sesama
2)      Perubahan peran
3)      Depresi
4)      Isolasi
5)      Peningkatan ketergantungan
g.      Pola reproduksi seksualitas
1)      Penurunan aktivitas sex karena napas pendek
h.      Pola koping dan toleransi terhadap stress
1)      Kadang timbul emosi yang negatif karena napas pendek
2)      Tindakan manipulasi

2.      Diagnosa Keperawatan
a.      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dgn gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal & kental.
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dgn gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
c.       Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dgn proses peradangan pada selaput paru-paru.
d.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafas pendek selama atau sesudah makan, efek samping obat.
e.      Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan nafas pendek kelemahan, hipoxemia.
f.        Gangguan pola tidur berhubungan dengan pengobatan, nafas pendek pada malam hari, depresi dan cemas.

4.      Rencana Keperawatan
  1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dgn gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal & kental.
Tujuan :Oksigenisasi adekuat buat kebutuhan individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten & bunyi napas bersih/jelas.
Intervensi
    1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat & dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat & frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
    1. Kaji pasien buat posisi nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk & sandaran tempat tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan & menggunakan gravitasi. Namun pasien dgn distress berat akan mencari posisi lebih mudah buat bernapas. Sokongan tangan/kaki dgn meja, bantal & lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot & dapat sebagai alat ekspansi dada.
    1. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels & ronki.
      Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dgn obstruksi jalan napas & dapat/tidak dimanifestasikan dgn adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dgn ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
    1. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, & penggunaan obat bantu.
Rasional :
Disfungsi pernapasan ; variable tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi & reaksi alergi.
    1. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara buat mengatasi & mengontrol dispnea & menurunkan jebakan udara.
    1. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan buat memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional :
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
    1. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional :
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster & tekanan pada diafragma.
    1. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
      Rasional :
Merilekskan otot halus & menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi & produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster & tekanan pada diafragma.
(Doenges, 1999. hal 156).

  1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dgn gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen adekuat untuk keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
o    Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien ti& mengalami sesak napas.
o    Tanda-tkita vital dalam batas normal
o    Tidak ada tanda-tkita sianosis.
Intervensi :
    1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Rasional :
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan & kronisnya proses penyakit.
    1. Kaji/awasi secara rutin kulit & warna membrane mukosa.
Rasional :
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan & dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
    1. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien buat memilih posisi mudah buat bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dgn kebutuhan/toleransi individu.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dgn posisi duduk tinggi & laithan napas buat menurunkan kolaps jalan napas, dispnea & kerja napas.
    1. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
      Rasional :
Kental tebal & banyak sekresi ; sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, & pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
    1. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
      Rasional :
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
    1. Awasi tanda-tkita vital & irama jantung.
Rasional :
Takikardi, disiretmia & perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
    1. Berikan oksigen tambahan sesuai dgn indikasi hasil GDA& toleransi pasien.
      Rasional :
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 & mungkin dikkeluarkan dgn peningkatan PaO2 berlebihan. (Doenges, 1999. hal 158).

  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dgn proses peradangan pada selaput paru-paru.
    Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
o    Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
o    Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
    1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Rasional :
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis & endokarditis.
    1. Pantau tanda-tkita vital.
Rasional :
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain buat perubahan tanda-tkita vital.
    1. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional :
Tindakan non-analgetik diberikan dgn sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan & memperbesar efek terapi analgesic.
    1. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional :
Pernapasan mulut & terapi oksigen dapat mengiritasi & mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
    1. Anjurkan & bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
      Rasional :
Alat buat mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
    1. Berikan analgesic & antitusif sesuai indikasi.
Rasional :
Obat seperti ini dapat digunakan buat menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum. (Doenges, 1999. hal 171).

d.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan napas pendek selama atau sesudah makan, efek samping obat.
Hasil yang diharapkan :
·         Terpenuhinya nutrisi yang adekuat
·         Tidak terjadinya pengurangan makan
·         Selera makan meningkat
Intervensi:
1.    Beri O2 tambahan pada saat makan
Rasional : Tambahan O2 saat makan dapat memperkuat pemasukan O2
2.    Anjurkan untuk memperhatikan kebersihan bronkhial sebelum makan
Rasional: Adanya sputum dapat mengurangi selera makan selain itu juga untuk menghindari hipoksemia
3.    Anjurkan untuk makan porsi kecil dan sering
Rasional: Mengurangi penggunaan O2 yang berlebihan saat makan

e.   Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan napas pendek kelemahan, hipoxemia.
     Hasil yang diharapkan: Peningkatan aktivitas optimal secara bertahap tanpa terjadi nafas pendek
     Intervensi:
1.        Anjurkan pasien untuk nafas dalam bila melakukan kegiatan sehari-hari
Rasional: Dapat meningkatkan exhalasi, mengurangi kelelahan
2.        Gunakan O2 selama aktivitas sesuai instruksi
Rasional: Aktivitas membutuhkan O2 yang berlebih
3.        Ajarkan pasien untuk mengontrol nafas pendek sebelum melakukan kegiatan
Rasional : Meyakinkan pasien dalam melakukan kegiatan
4.        Sebelum, selama dan sesudah kegiatan monitor respon pasien (TD, Nadi, dan Pernafasan)
Rasional: Desaturasi dan asidosis selama kegiatan dapat terlihat pada TTV
    
f.     Gangguan pola tidur berhubungan dengan pengobatan, napas pendek pada  malam hari, depresi dan cemas.
     Hasil yang diharapkan: Pola tidur pasien dapat kembali normal
     Intervensi:
1.        Identifikasi pola tidur normal  dan tidak normal bagi pasien
Rasional: Agar tidak terjadi salah konsep tentang pola tidur yang normal dan tidak normal
2.        Diskusikan faktor penyebab
Rasional : Memperjelas faktor penyebab pola  tidur pasien terganggu
3.        Instruksikan pada pasien untuk membersihkan jalan nafas dan diperlukan bila terjadi serangan dyspnea
Rasional: Mempersiapkan pasien dalam mengatasi keadaan serangan
4.        Berikan therapi O2 pada malam hari sesuai instruksi dokter
Rasional: PaO2 menurun pada malam hari dan pasien COPD tidak dapat mentoleransi
5.        Observasi tanda –tanda vital (TD, Nadi, Pernafasan) selama di rumah sakit sebelum tidur
Rasional : Untuk mengetahui tindakan yang harus dilakukan bila terjadi serangan




BAB III
TINJAUAN KASUS

A.     PENGKAJIAN
1.      PENGUMPULAN DATA
A.      Biodata
1.      Nama                            : Tn T
2.      Jenis Kelamin                : Laki-laki
3.      Umur                             : 54
4.      Status Perkawinan        : Menikah
5.      Pekerjaan                      : Petani
6.      Agama                          : Islam
7.      Pendidikan Terakhir     : SD
8.      Alamat                          : Gedangan
9.      Tanggal MRS                : 5 November 2012
10.  Tanggal Pengkajian      : 6 November 2012

B.      Diagnosa Medis                  : COPD

C.      Keluhan Utama                   : Sesak Nafas

D.     Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan menderita sesak nafas selama 3 tahun terakhir. Jika sesak nafas muncul, pasien hanya mengobatinya dengan obat-obatan bebas yang dijual di pasaran, dan sesak nafas dapat disembuhkan. Namun, sesak nafas terakhir sebelum pasien MRS ini dikarenakan pasien makan pedas pada pukul 13.30, lalu pasien mengobatinya dengan obat yang biasa ia minum tetapi tidak kunjung sembuh, oleh karena itu pasien berobat ke RSUD Kanjuruhan dan disarankan untuk rawat inap.



E.      Riwayat Penyakit/Kesehatan yang Lalu
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat hipertensi, DM, ataupun penyakit-penyakit berat lainnya. Pasien sudah berhenti merokok 10 tahun terakhir ini.

F.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti yang dialami pasien.

G.     Pola Aktivitas Sehari-hari
1.      Makan dan Minum
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pola makan dan minum selama di RS. Pola makan pasien di rumah dan di RS teratur, 3 kali sehari, dan tidak ada makanan atau minuman pantangan.
2.      Pola Eliminasi
Pasien mengatakan di rumah ataupun di RS dapat melakukan BAK dan BAB dengan baik (spontan) dan tidak mengalami gangguan.
3.      Pola Istirahat Tidur
Pasien dapat melakukan istirahat tidur dengan teratur selama di rumah maupun di rumah sakit.
4.      Kebersihan Diri
Kebersihan diri pasien di rumah maupun di rumah sakit terpenuhi, pasien mandi di rumah 2x sehari,dan diseka di rumah sakit 2x sehari.

H.     Riwayat Psikososial
Pada saat pengkajian pasien mengatakan tidak ada masalah dalam bersosialisasi dengan keluarga serta dengan sesama pasien yang lain. Dan bila ada masalah atau keluhan pasien selalu terbuka dengan keluarganya.

I.        Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan Umum :Klienlemah, GCS:456, klienbatukdenganseputumberwarnaputih

2.      Tanda-tanda Vital :
Suhu                    :      36,80 C
TekananDarah    :      110/80 mmHg
Nadi                     :      84 X/menit
RR                        :      25 X/menit
3.      Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kepala      : bentukkepalasimetris, tidakadabenjolan di kepala, kulitkepalabersih, rambutbersih, warnaputih
Mata        : matatidakanemis, tidakcowong, kunjungtivamerahmuda, sclera putih, pupil isokor
Hidung      :      hidungbersih, tidakadapernafasancupinghidung
Mulut       : mulutlembab, tidakadaluka, tidakada stomatitis, tidakadasianosis, lidahbersih
Leher        : lehersimetris, tidakadapembesarankelenjartyroid, tidakadapembendungan vena jugularis
4.      Pemeriksaan Integumen
Turgor kulitbaik, tidakadaoedema, tidakadaluka/jejas, tidakadasianosis, tidakadaikterus
5.      Pemeriksaan Dada dan Thoraks
Bentuk dada simetris, terdapatsesaknafasdengan di tandaiadanyaretrasiototintercostalis.
V
 V
V
V
V
Suaranafas:                Rh :  ( — )
                                   Wh:  ( + )
          
6.      Payudara
Tidakterkaji
7.      Abdomen
Bentuksupel( tidakkembung, tidakadamasa, tidakacites ), bisingusus (+)
8.      Genetalia
Tidakterkaji
9.      Ekstremitas
4
5
5
5
OdemaKekuatanotot


                                                          ket: tangankananterpasang   infuse
J.        Pemeriksaan Neurologis
Tidakterkaji
K.      Pemeriksaan Penunjang
1. FotoThoraks
Dilakukanfotothorakspadatanggal 5 November 2012 denganhasil (+) COPD
2. Darah
a. DarahLenkap
·         Hb                  : 14,8 g/dl
·         Ht                  : 42,6 %
·         Eritrosit         : 5,33 juta/cmm
·         Leukosit         : 13.000 sel/cmm
·         LED                : 26 mm/1 jam
·         Trombosit      : 391.000 sel/cmm
b. CAA
·         Glukosadarahsewaktu           : 108 mg/dl
·         SGOT                                     : 28 U/L
·         SGPT                                      : 9 U/L
·         Ureum                                               : 16 mg/dl
·         Kreatinin                                : 0,89 mg/dl
      Kesan / Kesimpulan :Leukositasissampaidengan COPD
L.       Terapi/Penatalaksanaan
·         O2                                                                         : 2L/menit
·         Infuse RL + aminophilin   : 240 = 18 tetes/menit
·         IJ Viccillin SX                    : 3 X 1 IV
·         IJ Medixon                                   :  1 X 125 IV
·         IJ Ventolin                                    : 3 X 1 IV

3.2ANALISA DATA
NO
DATA PENUNJANG
MASALAH
KEMUNGKINAN PENYEBAB
1
S: Klienmengatakansesaknafas
O: Sesaknafas, pernafasaninterkostalis, RR=25x/menit, terdengarsuara wheezing.
Gangguanpertukaran gas
COPD àpenyempitanbronkusàkadar O2 menurunàkadar CO2 meningkatàsesaknafas (alkalosis respiratory).
2
S: Klienmengatakanbatuk
O: Batukberdahak, terdapat sputum berwarnaputih
Bersihanjalannafastidakefektif
Peningkatanproduksi mucus/secret àketidakadekuatanbatuk.
3
S: Klienmengatakannyeri pada dada bagian kiri
O: Klien terlihat sering memegangi dada sbelah kirinya dengan tangan, grimace +, skala nyeri 7
Gangguan rasa nyaman : nyeri
COPD à sesak nafas menahun à peradangan pada selaput paru-paru à nyeri



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal & kental.
  2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penyempitan bronkus
  3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.




C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
  1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dgn peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal & kental.
Tujuan: Ventilasi/oksigenisasi adekuat buat kebutuhanindividu
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten & bunyi napas
bersih/jelas.
Intervensi :
  1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat & dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat & frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
    1. Kaji pasien buat posisi nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk & sandaran tempat tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan & menggunakan gravitasi. Namun pasien dgn distress berat akan mencari posisi lebih mudah buat bernapas. Sokongan tangan/kaki dgn meja, bantal & lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot & dapat sebagai alat ekspansi dada.
    1. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels & ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dgn obstruksi jalan napas & dapat/tidak dimanifestasikan dgn adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dgn ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
    1. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, & penggunaan obat bantu.
Rasional :
Disfungsi pernapasan ; variable tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi & reaksi alergi.
    1. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara buat mengatasi & mengontrol dispnea & menurunkan jebakan udara.
    1. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan buat memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional :
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
    1. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
      Rasional :
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster & tekanan pada diafragma.
    1. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
Rasional :
Merilekskan otot halus & menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi & produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster & tekanan pada diafragma.
(Doenges, 1999. hal 156).

  1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dgn penyempitan bronkus
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen adekuat untuk keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
o    Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien ti& mengalami sesak napas.
o    Tanda-tkita vital dalam batas normal
o    Tidak ada tanda-tkita sianosis.
Intervensi :
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan & kronisnya proses penyakit.
2.      Kaji/awasi secara rutin kulit & warna membrane mukosa.
Rasional :
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan & dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
3.      Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien buat memilih posisi mudah buat bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dgn kebutuhan/toleransi individu.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dgn posisi duduk tinggi & laithan napas buat menurunkan kolaps jalan napas, dispnea & kerja napas.
4.      Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional :
Kental tebal & banyak sekresi ; sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, & pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
5.      Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/ dekompensasi jantung.
6.      Awasi tanda-tanda vital & irama jantung.
Rasional :
Takikardi, disiretmia & perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
7.      Berikan oksigen tambahan sesuai dgn indikasi hasil GDA & toleransi pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 & mungkin dikkeluarkan dgn peningkatan PaO2 berlebihan. (Doenges, 1999. hal 158).

  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengn proses peradangan pada selaput paru-paru.
    Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
o    Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
o    Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
1.    Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Rasional :
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis & endokarditis.
2.    Pantau tanda-tanda vital.
Rasional :
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain buat perubahan tanda-tkita vital.
3.    Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional :
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan & memperbesar efek terapi analgesic.
4.    Tawarkan pembersihan mulut dgn sering.
Rasional :
Pernapasan mulut & terapi oksigen dapat mengiritasi & mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5.    Anjurkan & bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional :
Alat buat mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
6.    Berikan analgesic & antitusif sesuai indikasi.
Rasional :
Obat seperti ini dapat digunakan buat menekan batuk non produktif/ proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum. (Doenges, 1999. hal 171).

D. IMPLEMENTASI
Ruang : IRNA Imam Bonjol
Nama Pasien : Tn. T
Umur : 54 tahun
No. Reg : 304392
No.
Tanggal
No. diagnosa
Tindakan
Tanda-tangan
1




2




3
07-11-2012




08-11-2012




09-11-2012




1,2

1,2
1,2,3
1

1,2,3

3


2,3
1


1
1.      Memberikan terapi O2 (nasal canul) = 2 l/1
2.      Mengatur posisi semi fowler
3.      Mengobservasi TTV tiap 8 jam
4.      Memberikan terapi nebulizer sesuai resep
5.      Memberikan terapi/pengobatan sesuai resep
6.      Melakukan managemen nyeri (pengalihan perhatian dengan mengajak bercerita)
7.      Melatih pasien nafas dalam
8.      Meminta pasien untuk mendemonstrasikan batuk efektif
9.      Minta pasien untuk minum air hangat


E. EVALUASI
Evaluasi Formatif
Ruang             : IRNA Imam Bonjol
Nama Pasien : Tn. T
Umur   : 54 tahun
No. Reg : 304392

No. Dx
Tanggal : 07 November 2012
Tanggal : 08 November 2012
Tanggal : 09 November 2012
1.
S : pasien mengatakan masih sering batuk, sekret kental dan sulit dikeluarkan

O : batuk berdahak, terdengar suara ronchi

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi no. 01-06
S : pasien mengatakan batuk berkurang, dapat mengeluarkan sekret

O : sekret berwarna putih, batuk pasien lebih bersih

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi no. 01-06
S : pasien mengatakan  batuk berkurang, sekret juga berkurang

O : batuk pasien terdengar lebih bersih, pasien jarang batuk.

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi no 01-06
2.
S : pasien mengatakan sesak berkurang

O : keadaan umum lemah, RR = 24x/menit, terpasang terapi O2 3l/menit

A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no. 1-7
S : pasien mengatakan sesak berkurang

O : keadaan umum lemah, RR = 24x/menit, terpasang terapi O2 2l/menit

A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no. 1-7
S : pasien mengatakan  tidak sesak

O : keadaan umum baik, RR = 21x/menit, tidak terpasang terapi O2

A : masalah teratasi

P : lanjutkan observasi

3.
S : pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri

O : grimace +, skala nyeri 7

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkann intervensi no. 1-6
S : pasien mengatakan nyeri pada dadanya berkurang

O : grimace berkurang dari sebelumnya, skala nyeri 4

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkann intervensi no. 1-6
S : pasien mengatakan nyeri semakin berkurang

O : grimace -, skala nyeri 2

A : masalah teratasi

P : lanjutkann observasi













BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosa yang kami pilihuntukkasuspasien COPD di atas adalah :
a.      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dgn peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal & kental.
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dgn gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
c.       Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dgn proses peradangan pada selaput paru-paru.
Dan tidak memilih diagnosa di bawah ini :
a.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafas pendek selama atau sesudah makan, efek samping obat.
b.      Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan nafas pendek kelemahan, hipoxemia.
c.       Gangguan pola tidur berhubungan dengan pengobatan, nafas pendek pada malam hari, depresi dan cemas.
Karena sesuai dengan hasil pengkajian didapatkan bahwa tidak terlalu bermasalah/hampir tidak ada perubahanpola aktivitas sehari-hari pasien yang mencangkup nutrisi dan pola tidur, antara pasien saat ini ketika sakit dengan sebelum sakit, karena pasien menderita penyakit ini sudah sekitar 2 tahun, jadi pasien sudah terbiasa dan sudah memiliki koping individu yang sudah adekuat.




BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun.PPOK Merujukpadasejumlahgangguan yang mempengaruhipergerakanudaradaridankeluarParu.Gangguan yang pentingadalahBronkhitisObstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale.(Black. J. M. &Matassarin,.E. J. 1993).
Faktor-faktor dapat meningkatkan resiko / factor penyebabmunculnya COPD  (Mansjoer, 1999) :
1.      Kebiasaan merokok
2.      Polusi udara
3.      Paparan debu, asap, & gas-gas kimiawi akibat kerja.
4.      Riwayat infeksi saluran nafas.
5.      Bersifat genetik yaseperti itu defisiensi -1 antitripsin.
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005)tandagejala  COPD sebagai berikut :
  1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
  2. Batuk kronik & pembentukan sputum purulen dalam jumlah sangat banyak.
  3. Dispnea.
  4. Nafas pendek & cepat (Takipnea).
  5. Anoreksia.
  6. Penurunan berat ba&& kelemahan.
  7. Takikardia, berkeringat.
  8. Hipoksia, sesak dalam dada.
Beberapapemeriksaan yang adapatdilakukanuntukmengetahuipenyakit COPD antara lain denganpengkajianmengenairiwayatpenyakit yang ditandaidengan3 gejala klinis diatas & faktor-faktor penyebab, pengkajianfisikterutama system pernafasan, pemeriksaanradiologidengenfotothoraks, tesfaalparu, pemeriksaanlaboratoriumdarah, danjugapemeriksaan EKG
            Komplikasi yang dapatterjadipada COPD antara lain yaitu hypoxemia, asidosisrespiratori, infeksisalurannafas, gagaljantung, cardiac artmia,  dan status asmatikus.
            Pengobatan yang dilakukanpadakliendenganCPODyaituterapijangkapendekdenganpemberian antibiotic,  pemberianterapi O2, fisioterapi dadadanbronkodilator, sedangkanjangkapanjangnyaditambahdenganrehabilitasi, pemberianmukolitikdanekspektoran, serta latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik

5.2  Saran
·         Diharapkan Pembaca dapat mengerti tentang COPD dan mencegahnya dan deteksi dini padapenyakitini.
·         Perawat dan tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat memberikanpenanganan yang tepatuntukmengatasipenyakit COPD.




DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
Anderson, Sylvia. Pathofisiologi Clinical Consep of Disease Proses. EGC, Bagian  I Adjie Dharma. Edisi II. Cetakan III, 1988.
Brunner and Suddarth. Medical Surgical Nursing. Six Edition. Philadelphia : JB Lippincott Company.  1988
G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312.
Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984, page : 346-379.

Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122.

1 komentar:

  1. Stainless Steel Tension 3-pole Tension 3-pole Tension 3-pole Tension 3-pole Tension 3-pole
    Stainless Steel Tension 3-pole Tension 3-pole titanium jewelry Tension 3-pole Tension 3-pole oakley titanium glasses Tension 3-pole 2018 ford fusion hybrid titanium Tension 3-pole Tension 3-pole Tension 3-pole Tension zinc oxide and titanium dioxide sunscreen 3-pole titanium wood stoves Tension 3-pole Tension 3-pole Tension

    BalasHapus