LAPORAN PENDAHULUAN
THYPOID
A. Definisi
Thypoid fever/demam
tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penularan penyakit ini
hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. (I.R.
Laurentz, 2005)
Demam tifoid adalah
penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan
pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan
ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Typhoid adalah
penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi
dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer, 1996 ).
B. Etiologi
Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela Thyposa yang
merupakan kuman negatif,
motil dan tidak
menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne Hauch=somatik
antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar),
terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ;
merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap
fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam
antibodi yang lazim disebut aglutinin. (Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
Salmonella typhi
yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia,
nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi
yang dapat terjadi antara
lain: perforasi usus,
perdarahan, toksemia dan
kematian. (Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
C. Patofisiologi
Kuman salmonella
typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian
besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup),
kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin
sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat,
kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama
pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini
sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang
biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama
usus halus sehingga menyebabkan peradangan
yang mengakibatkan malabsorbsi
nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare.
Pada hipotalamus akan menekan termoregulasiyang
mengakibatkan demam remiten
dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu
endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit
dan lidah hiperemi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali.
Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus,
perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis,
kolesistitis, neuropsikratrik).
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam
tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan
penderita dewasa. Masa
tunas rata-rata 10-20
hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal
yaitu perasaan tidak
enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala
klinis sbb:
1. Demam
Berlangsung
selama 3 minggu,
bersifat febris remiten
dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama
duhu berangsur-angsur meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu
ke-3 penderita demamnya berangsur-angsur normal.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut
kembung, hati dan limpa membesar. disertai nyeri pada perabaan.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun
walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen.
E. Pathways
F.Komplikasi
Dapat terjadi pada:
1. Usus halus
Umumnya jarang
terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
a.
Perdarahan usus bila sedikit hanya
ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan
banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan
tanda-tanda rejatan
b.
Perforasi usus
c.
Peritonitis ditemukan gejala
abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada
tekanan
2. Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat
sepsis (bakterimia) yaitu meningitis,
kolesistitis, ensefelopati. Terjadi
karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa
demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan
demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan
terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
a.
Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda
dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh
perbedaan teknik dan
media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah
pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat
pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan
darah terhadap salmonella
thypi terutama positif
pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c.
Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau
dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi
ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
d.
Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah
mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara
antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang
pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat
antibodi atau aglutinin yaitu :
a.
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b.
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c.
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin
O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin
tinggi titernya makin
besar klien menderita typhoid.
H. Pengkajian Keperawatan
1.
Pengumpulan data
a. Identitas klien
Meliputi nama,,
umur, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.
b.
Keluhan utama
Keluhan
utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing kepala, mual,
muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran.
c.
Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan
suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d.
Riwayat penyakit dahulu
Apakah
sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e.
Riwayat penyakit keluarga
Apakah
keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f.
Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien
cemas, bagaimana koping
mekanisme yang digunakan. Gangguan
dalam beribadat karena
klien tirah baring total dan lemah.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntah saat makan
sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena
tirah baring lama. Sedangkan eliminasi
urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine
menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat
keringat banyak keluar
dan merasa haus,
sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus
tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien
dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan
peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan
penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran
dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan
dengan orang lain terganggu
sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed
rest total.
8) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan
pola ini terjadi
pada klien yang
sudah menikah karena harus
dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
9) Pola penanggulangan stress
Biasanya
klien sering melamun
dan merasa sedih
karena keadaan sakitnya.
10) Pola tatanilai
dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena
bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang
dideritanya saat ini.`
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan
klien tampak lemah,
suhu tubuh meningkat 380 C – 410
C, muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas
cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi
relatif, hemoglobin rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka
tampak pucat, rambut agak kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering,
lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut
terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan
adanya kelainan.
8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar
dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta
pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
I. Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2.
Hipertermi b/d efek langsung dari
sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3.
Resiko tinggi
kurang volume cairan
b/d kehilangan cairan
sekunder terhadap diare
4.
Intoleransi aktivitas b/d
peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
5.
Kurang pengetahuan
mengenai kondisi b/d
kesalahan interpretasi
informasi, kurang mengingat
J. Fokus Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a.
Dorong tirah baring
Rasional: Menurunkan
kebutuhan metabolic untuk
meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b.
Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional: Menenangkan
peristaltic dan meningkatkan energi makan
c.
Berikan kebersihan oral
Rasional : Mulut bersih dapat
meningkatkan nafsu makan
d.
Sediakan makanan
dalam ventilasi yang
baik, lingkungan menyenangkan
Rasional: Lingkungan
menyenangkan menurunkan stress
dan konduktif untuk makan
e.
Jelaskan pentingnya nutrisi yang
adekuat
Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f.
Kolaborasi pemberian nutrisi,
terapi IV sesuai indikasi
Rasional: Program ini
mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan
nutrisi penting.
2. Hipertermi
b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan: Mendemonstrasikan
suhu dalam batas normal
Intervensi:
a.
Pantau suhu klien
Rasional: Suhu 380 C sampai
41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b.
Pantau suhu lingkungan, batasi
atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional: Suhu ruangan atau
jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c.
Berikan kompres mandi hangat
Rasional : Dapat membantu
mengurangi demam
d.
Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional: Untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3. Resiko tinggi
kurang volume cairan
b/d kehilangan cairan
sekunder terhadap diare
Tujuan: Mempertahankan volume cairan adekuat
dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil,
keseimbangan dan kebutuhan urin normal.
Intervensi:
a.
Awasi masukan dan keluaran
perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional: Memberikan
informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit
usus yang merupakan
pedoman untuk penggantian cairan.
b.
Observasi kulit kering berlebihan
dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional: Menunjukkan
kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c.
Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Dengan
menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d.
Pertahankan pembatasan peroral,
tirah baring
Rasional: Kalau diistirahkan
utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e.
Kolaborasi utnuk pemberian cairan
parenteral
Rasional: Mempertahankan
istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan
4. Intoleransi aktivitas b/d
peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan: Melaporkan
kemampuan melakukan peningkatan
toleransi aktivitas
Intervensi:
a.
Tingkatkan tirah baring dan
berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Menyediakan energi
yang digunakan untuk penyembuhan
b.
Ubah posisi dengan sering, berikan
perawatan kulit yang baik
Rasional: Meningkatkan
fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko
kerusakan jaringan
c.
Tingkatkan aktifitas sesuai
toleransi
Rasional : Tirah baring lama
dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode
istirahat
d.
Berikan aktifitas hiburan yang
tepat (nonton TV, radio)
Rasional: Meningkatkan
relaksasi dan hambatan energi
5. Kurang
pengetahuan mengenai kondisi
b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat
Tujuan: Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a.
Berikan nformasi
tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan
dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional: Membantu individu
untuk mengatur berat badan
b.
Tentukan persepsi tentang proses
penyakit
Rasional: Membuat
pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c.
Kaji ulang proses penyakit,
penyebab/efek hubungan faktor
yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor
pendukung
Rasional : Faktor
pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk
waspada terhadap makanan,
cairan dan faktor
pola hidup dapat mencetuskan gejala
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan.
Edisi VI.EGC: Jakarta
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC :
Jakarta
Soegeng
Soegijanto. 2002. Ilmu
Penyakit Anak, Diagnosa
danPenatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.